Metrotvnews.com,    Jakarta: Staf    Khusus Presiden bidang Perekonomian Firmanzah memastikan Presiden Susilo    Bambang Yudhoyono tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi dalam waktu    dekat. Presiden lebih mengambil langkah pengendalian BBM bersubsidi yang akan    diputuskan hasilnya dalam bulan ini.
    
    "Sebenarnya memang kalau kita lihat di Bali (29/3) kemarin fokus dari    diskusi mengendalikan subsidi BBM. Seperti disampaikan presiden, opsi    kenaikan harga BBM adalah opsi terakhir, karena tahun 2005 kita pernah    lakukan adjustmen (penyesuaian/menaikkan harga) di BBM bersubsidi, kita tahu    inflasi meningkat jadi 17 persen kemudian kemiskinan meningkat dari 15,97    jadi 17,75 persen di tahun 2006," kata Firmanzah ditemui di Komplek    Istana Kepresidenan, Jumat (05/4).
    
    Diterangkan Firmanzah, aspek inflasi dan memicu terjadinya kemiskinan itulah    yang membuat Presiden SBY enggan ambil keputusan naikkan harga BBM bersubsidi    karena pernah terjadi ditahun 2005 dan inflasi meningkat signifikan.    Kekhawatiran SBY juga terkait masyarakat miskin yang akan bertambah banyak    lantaran BBM bersubsidi naik.
    
    "(inflasi) ini yang memang selalu jadi perhatian presiden, jangan sampai    solusi yang kita ambil disatu sisi bisa selamatkan fiskal, tapi disisi lain    rakyat miskin bertambah banyak," papar lelaki yang pernah menjabat Dekan    Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.
    
    Menurut Presiden, kata Firmanzah, pola pertumbuhan ekonomi di Indonesia    berbeda dengan negara asia tenggara lain. Indonesia sangat bergantung pada    kekuatan daya beli masyarakatnya, jika BBM dinaikkan maka daya beli berkurang    dan dampaknya akan sangat besar.
    
    "Presiden ingatkan, jangan sampai nanti bisa ciptakan komplikasi yang    lebih kompleks di masyarakat, inflasi meningkat dan kemiskinan bertambah,    daya beli masyarakat berkurang karena ekonomi kita ini berbeda dengan    Singapura, Malaysia dan Thailand, ekonomi kita menurut BPS 54-55 persen    ditopang oleh konsumsi domestik. Jadi, kalau ada pelambatan konsumsi domestik    maka dampaknya itu akan sangat luar biasa bagi penciptaan lapangan kerja dan    lapangan usaha dsb," urai Firmanzah.
    
    Lantaran memilih tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi, Presiden SBY    menyerahkan solusi kepada Menko Perekonomian dan Menteri ESDM untuk membahas    opsi pengendalian BBM bersubsidi. Ada tiga opsi yang kini tengah dimatangkan.
    
    "Sistem IT (teknologi informasi) untuk mengendalikan konsumsi BBM yang    tidak tepat sasaran disejumlah daerah, kemudian ada opsi untuk ciptakan    varian baru, ini jg bkn opsi baru karena beberapa waktu lalu pernah di    sounding yaitu RON (oktan) 90 dengan kisaran harga 7000-7500 rupiah dengan    kualitas yang lebih tinggi dengan tetap ada subsidi. Kemudian ada opsi untuk    pembatasan penggunaan BBM bersubsidi untuk kendaraan roda empat dengan plat    hitam," ungkap Firmanzah.
    
    Lalu kapan Presiden akan memutuskan langkah pengendalian BBM bersubsidi    tersebut. Firmanzah hanya mengatakan akan ada keputusan dalam waktu dekat,    meski begitu ia tidak membantah ucapan Menko Perekonomian Hatta Rajasa bahwa    akan ada keputusan bulan April ini.
    
    "Kalau Pak Hatta bilang bulan ini ya berarti bulan ini. Kita tunggu saja    ya, presiden juga sangat konsern terhadap hal itu. Secepatnya setelah    presiden mendapatkan pilihan-pilihan (dari Menko Perekonomian dan Menteri    ESDM) yang kiranya bisa dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama, demi    fiskal dan kompleksitas bisa kita kendalikan," tutup Firmanzah. (Fidel    Ali Permana)
    
    Editor: Afwan Albasit